MODEL-MODEL MENGAJAR
Mengajar adalah proses menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa. Rumusan lainnya menyatakan bahwa mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi anak untuk melakukan proses belajar secara efektif.
Pendapat lain mengatakan bahwa proses belajar itu harus tumbuh dan berkembang dari diri anak sendiri. Dengan kata lain, anak-anaklah yang harus aktif belajar, sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing. Pandangan ini pada dasarnya mengemukakan bahwa mengajar adalah membimbing kegiatan belajar anak.
Model-model mengajar (teaching models) adalah blue print mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pengajaran. Cetak biru (blue print) ini lazimnya dijadikan pedoman perencanaan dan pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar.Dalam sebuah model mengajar biasanya terdapat tahapan-tahapan atau langkah-langkah (syntax) yang relatif tetap dan pasti untuk menyajikan materi pelajaran secara berurutan. Oleh karena itu, sebuah model mengajar dapat dianggap sebagai teori yang bersifat mekanis dalam arti berjalan secara tetap seperti mesin.
Kumpulan atau set model mengajar yang dianggap komprehensif, menurut Tardif (1989) adalah set model yang dikembangkan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil dengan kategorisasi sebagai berikut :
1. Model Information Processing,
Sebuah model mengajar untuk mengembangkan ranah cipta (kognitif).Termasuk model information processing adalah Model Peningkatan Kapasitas Berfikir yang diilhami oleh Jean Piaget (1896 – 1980). Penerapan model ini diarahkan pada pengembangan-pengembangan sebagai berikut :
a. Daya cipta akal siswa
b. berpikir kritis siswa
c. Penilaian mandiri siswa
a. Daya cipta akal siswa
b. berpikir kritis siswa
c. Penilaian mandiri siswa
Langkah-langkah (syntax)
Setelah guru mempersiapkan segala sesuatu yang mendukung penyajiannya, seperti alat peraga, buku sumber dll, ia harus siap melaksanakan tiga macam sintaks model. Langkah-langkah ini biasanya ditempuh dengan menggunakan motede Diskusi dan pemberian tugas yang secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. langkah konfrontasi. Yaitu guru mengkonfrontasikan atau menghadapkan para siswa pada permasalahan yang menentang, penuh tanda tanya, dan terkadang tak masuk akal. Caranya ialah dengan menajukan pertanyaan yang pelik tetapi masih setara dengan perkembangan ranah kognitif siswa.
2. langkah inquiry, merupakan proses pengunaan intelek siswa dalam memperoleh pengetahuan dengan cara menemukan dan mengorganisasikan konsep-konsep ke dalam sebuah tatanan yang menurut siswa tersebut penting (Barlow, 1985). Selama proses inquiry guru perlu memberi peluang kepada siswa agar lebih banyak mengembangkan kreativitas sendiri dalam memecahkan masalah.3 langkah transfer. Pada tahap akhir ini diharapkan kemampuan-kemampuan ranah cipta dan rasa yang sudah dimiliki oleh siswa dapat mempermudah penyelesaian-penyelesaian tugas pembelajaran berikutnya. Selain itu, kiat kognitif siswa dalam memecahkan masalah diharapkan dapat memberi dampak positif atau dapat digunakan lagi untuk memecahkan masalah-masalah baru (Lawson, 1991)
1. langkah konfrontasi. Yaitu guru mengkonfrontasikan atau menghadapkan para siswa pada permasalahan yang menentang, penuh tanda tanya, dan terkadang tak masuk akal. Caranya ialah dengan menajukan pertanyaan yang pelik tetapi masih setara dengan perkembangan ranah kognitif siswa.
2. langkah inquiry, merupakan proses pengunaan intelek siswa dalam memperoleh pengetahuan dengan cara menemukan dan mengorganisasikan konsep-konsep ke dalam sebuah tatanan yang menurut siswa tersebut penting (Barlow, 1985). Selama proses inquiry guru perlu memberi peluang kepada siswa agar lebih banyak mengembangkan kreativitas sendiri dalam memecahkan masalah.3 langkah transfer. Pada tahap akhir ini diharapkan kemampuan-kemampuan ranah cipta dan rasa yang sudah dimiliki oleh siswa dapat mempermudah penyelesaian-penyelesaian tugas pembelajaran berikutnya. Selain itu, kiat kognitif siswa dalam memecahkan masalah diharapkan dapat memberi dampak positif atau dapat digunakan lagi untuk memecahkan masalah-masalah baru (Lawson, 1991)
2. Model personal (pengembangan pribadi)
Model personal berorientasi pada pengembangan pribadi siswa dengan lebih banyak memperhatikan kehidupan ranah rasa, terutama fungsi emosionalnya. Model personal lebih ditekankan pada pembentukan dan pengorganisasian realitas kehidupaan lingkungan. Diharapkan dengan model ini proses belajar-mengajar dapat menolong siswa dalam mengembangkan sendiri hubungan yang produktif dengan lingkungannya.
Model personal lebih bersifat bimbingan dan penyuluhan dalam mengantisipasi atau mengatasi kesulitan belajar siswa, juga untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar siswa yang dianggap bermasalah.
Teknik yang lazim digunakan untuk mengimplementasikan model personal adalah teknik wawancara. Dalam wawancara ini siswa dibebaskan menjawab dan mengekspresikan ide dan perasaan kepada guru pembimbing sehubungan dengan masalah yang sedang dialami. Sebaliknya, guru yang berfungsi sebagai pembimbing sangat dianjurkan untuk bersikap empatik, dalam arti menunjukkan respons ranah cipta dan rasa yang penuh pengertian terhadap emosi dan perasaan siswa (Reber, 1988)
Model personal berorientasi pada pengembangan pribadi siswa dengan lebih banyak memperhatikan kehidupan ranah rasa, terutama fungsi emosionalnya. Model personal lebih ditekankan pada pembentukan dan pengorganisasian realitas kehidupaan lingkungan. Diharapkan dengan model ini proses belajar-mengajar dapat menolong siswa dalam mengembangkan sendiri hubungan yang produktif dengan lingkungannya.
Model personal lebih bersifat bimbingan dan penyuluhan dalam mengantisipasi atau mengatasi kesulitan belajar siswa, juga untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar siswa yang dianggap bermasalah.
Teknik yang lazim digunakan untuk mengimplementasikan model personal adalah teknik wawancara. Dalam wawancara ini siswa dibebaskan menjawab dan mengekspresikan ide dan perasaan kepada guru pembimbing sehubungan dengan masalah yang sedang dialami. Sebaliknya, guru yang berfungsi sebagai pembimbing sangat dianjurkan untuk bersikap empatik, dalam arti menunjukkan respons ranah cipta dan rasa yang penuh pengertian terhadap emosi dan perasaan siswa (Reber, 1988)
Langkah-langkah (syntax)
Menentukan situasi yang membantu. Tahapan ini dilakukan pada wawancara awal. Guru harus pandai-pandai menyusun daftar pertanyaan yang membuka jalan bagi siswa klien untuk mengekspresikan secara bebas hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Jadi, tahapan ini lebih bersifat penjajagan masalah.
Mendorong/memotivasi siswa klien untuk mengekspresikan segala perasaan yang ada, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Mengembangkan insight, dalam arti mengerti dan menyadari sendiri tentang arti, sebab, dan akibat perilakunya pada masa lalu yang bermasalah. Peranan guru dalam hal ini memberi akses keterusterangan siswa klien, agar jenis masalah yang akan dipecahkan pada langkah selanjutnya dapat ditentukan rumusannya.
Memotivasi siswa klien sambil membantuk membuat keputusan tentang jenis masalah dan membuat rencana pemecahan masalah tersebut. Dalam hal ini, yang dilakukan guru adalah menawarkan alternatif-alternatif penentuan jenis masalah dan prosedur pemecahannya untuk dijadikan acuan siswa tersebut dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Jadi yang mengatasi masalah bukan guru pembimbing melainkan siswa klien itu sendiri.
Memotivasi siswa klien untuk mengambil keputusan mengenai jenis masalah dan tindakan-tindakan positif. Guru pembimbing tinggal memantau pelaksanaan tindakan-tindakan siswa tersebut sambil bersiap siaga membantu menyingkirkan atau mengurangi hambatan yang mungkin merintangi tindakan positif siswa.
Mendorong/memotivasi siswa klien untuk mengekspresikan segala perasaan yang ada, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Mengembangkan insight, dalam arti mengerti dan menyadari sendiri tentang arti, sebab, dan akibat perilakunya pada masa lalu yang bermasalah. Peranan guru dalam hal ini memberi akses keterusterangan siswa klien, agar jenis masalah yang akan dipecahkan pada langkah selanjutnya dapat ditentukan rumusannya.
Memotivasi siswa klien sambil membantuk membuat keputusan tentang jenis masalah dan membuat rencana pemecahan masalah tersebut. Dalam hal ini, yang dilakukan guru adalah menawarkan alternatif-alternatif penentuan jenis masalah dan prosedur pemecahannya untuk dijadikan acuan siswa tersebut dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Jadi yang mengatasi masalah bukan guru pembimbing melainkan siswa klien itu sendiri.
Memotivasi siswa klien untuk mengambil keputusan mengenai jenis masalah dan tindakan-tindakan positif. Guru pembimbing tinggal memantau pelaksanaan tindakan-tindakan siswa tersebut sambil bersiap siaga membantu menyingkirkan atau mengurangi hambatan yang mungkin merintangi tindakan positif siswa.
3. Model behavioral (pengembangan perilaku)
Model behavioral direkayasa atas dasar kerangka teori perilaku yang dihubungkan dengan proses belajar mengajar. Aktivitas mengajar, menurut teori ini harus ditujukan pada timbulnya perilaku baru atau berubahnya perilaku siswa ke arah yang sejalan dengan harapan.Di antara model mengajar behavioral adalah mastery learning (model belajar tuntas). Model ini pada dasarnya merupakan pendekatan mengajar yang mengacu pada penetapan kriteria hasil belajar. Kriteria tingkat keberhasilan belajar ini meliputi : 1). Pengetahuan; 2). Konsep; 3) keterampilan;
4) sikap dan nilai.
Langkah-langkah (syntax)
langkah orientasi. Pada tahap pertama ini guru dianjurkan menyusun framework (kerangka kerja pengajaran). Dalam kerangka tersebut ditetapkan hal-hal sebagai berikut:
pokok bahasan materi pelajaran
Keterampilan yang harus dikuasai siswa setelah mempelajari materi pelajaran.
tugas dan tanggung jawab murid dalam melakukan belajar.
Langkah penyajian. Pada tahap kedua guru menjelaskan konsep konsep yang terdapat dalam pokok bahasan, serta mendemonstrasikan keterampilan yang berhubungan dengan materi pelajaran.
Langkah strukturisasi latihan. Pada tahap ketiga ini guru memperlihatkan contoh-contoh mempraktikkan keterampilan sesuai dengan urutan yang telah dijelaskan pada waktu penyajian materi. Dianjurkan untuk memakai media seperti video tape recorder, OHP, LCD atau gambar-gambar agar lebih mudah ditangkap oleh siswa.
Langkah praktik. Pada tahap keempat ini guru menginstruksikan kepada para siswa untuk mempraktikkan keterampilan yang telah diajarkan. Dalam hal ini guru cukup memonitar praktik yang dilakukan oleh siswa apakah sudah benar sesuai dengan teori yang diajarkan.
Langkah praktik bebas. Pada tahap terakhir ini guru dapat memberi kebebasan kepada para siswa untuk mempraktikkan sendiri keterampilan yang telah dikuasai. Hal ini bisa diterapkan bila siswa telah mengusai meteri dengan tingkat akurasi (ketepatan) keterampilan minimal 90 persen.
Sebagai catatan, bahwa model mastery learning itu sangat tepat untuk mengajarkan keterampilan yang memerlukan aplikasi fungsi-fungsi jasmani (ranah cipta) seperti pelajaran olah raga, senam, pelajaran shalat dll. Akan tetapi, guru perlu menyadari kelemahan model belajar tuntas tersebut, lantaran lebih banyak mengembangkan ranah karsa dan sedikit mengembangkan ranah cipta. Sedangkan ranah rasa hampir tak tersentuh. Maka guru harus kreatif untuk menggunakan model mengajar lainnya sebagai upaya pengkombinasian yang dapat menutupi kekurangan model masteri learning tersebut.
pokok bahasan materi pelajaran
Keterampilan yang harus dikuasai siswa setelah mempelajari materi pelajaran.
tugas dan tanggung jawab murid dalam melakukan belajar.
Langkah penyajian. Pada tahap kedua guru menjelaskan konsep konsep yang terdapat dalam pokok bahasan, serta mendemonstrasikan keterampilan yang berhubungan dengan materi pelajaran.
Langkah strukturisasi latihan. Pada tahap ketiga ini guru memperlihatkan contoh-contoh mempraktikkan keterampilan sesuai dengan urutan yang telah dijelaskan pada waktu penyajian materi. Dianjurkan untuk memakai media seperti video tape recorder, OHP, LCD atau gambar-gambar agar lebih mudah ditangkap oleh siswa.
Langkah praktik. Pada tahap keempat ini guru menginstruksikan kepada para siswa untuk mempraktikkan keterampilan yang telah diajarkan. Dalam hal ini guru cukup memonitar praktik yang dilakukan oleh siswa apakah sudah benar sesuai dengan teori yang diajarkan.
Langkah praktik bebas. Pada tahap terakhir ini guru dapat memberi kebebasan kepada para siswa untuk mempraktikkan sendiri keterampilan yang telah dikuasai. Hal ini bisa diterapkan bila siswa telah mengusai meteri dengan tingkat akurasi (ketepatan) keterampilan minimal 90 persen.
Sebagai catatan, bahwa model mastery learning itu sangat tepat untuk mengajarkan keterampilan yang memerlukan aplikasi fungsi-fungsi jasmani (ranah cipta) seperti pelajaran olah raga, senam, pelajaran shalat dll. Akan tetapi, guru perlu menyadari kelemahan model belajar tuntas tersebut, lantaran lebih banyak mengembangkan ranah karsa dan sedikit mengembangkan ranah cipta. Sedangkan ranah rasa hampir tak tersentuh. Maka guru harus kreatif untuk menggunakan model mengajar lainnya sebagai upaya pengkombinasian yang dapat menutupi kekurangan model masteri learning tersebut.
METODE-METODE MENGAJAR
1. Metode Tugas membaca
Yaitu guru memberikan tugas kepada siswa untuk membaca bahan bacaan yang telah ditentukan. Bahan bacaan yang dipergunakan adalah buku-buku teks wajib atau buku-buku tambahan lainnya.Untuk menjamin bahwa tugas membaca ini telah dilaksanakan, maka siswa diberikan tugas untuk membuat rangkuman dari bahan bacaan tersebut atau dapat juga siswa diminta untuk menceritakan/menjelaskan kembali tentang hal-hal yang berkaitan dengan isi bacaan yang ditugaskan.
Yaitu guru memberikan tugas kepada siswa untuk membaca bahan bacaan yang telah ditentukan. Bahan bacaan yang dipergunakan adalah buku-buku teks wajib atau buku-buku tambahan lainnya.Untuk menjamin bahwa tugas membaca ini telah dilaksanakan, maka siswa diberikan tugas untuk membuat rangkuman dari bahan bacaan tersebut atau dapat juga siswa diminta untuk menceritakan/menjelaskan kembali tentang hal-hal yang berkaitan dengan isi bacaan yang ditugaskan.
2. Metode Tanya Jawab
yaitu guru mengajar kepada para siswa dengan cara bertanya jawab. Metode ini sudah dikenal sejak lama sebelum lembaga pendidikan formal ada. Pendidikan pada waktu itu dilaksanakan pada tempat-tempat umum dan tidak memakai alat belajar sama sekali. Mereka, yaitu guru dan para murid hanya memanfaatkan pikiran, pembicaraan, dan pendengaran saja dengan ditambah obyek-obyek nyata di alam sebagai contoh dan peragaan. Tokoh yang paling terkenal menerapkan metode ini adalah Sokrates.
yaitu guru mengajar kepada para siswa dengan cara bertanya jawab. Metode ini sudah dikenal sejak lama sebelum lembaga pendidikan formal ada. Pendidikan pada waktu itu dilaksanakan pada tempat-tempat umum dan tidak memakai alat belajar sama sekali. Mereka, yaitu guru dan para murid hanya memanfaatkan pikiran, pembicaraan, dan pendengaran saja dengan ditambah obyek-obyek nyata di alam sebagai contoh dan peragaan. Tokoh yang paling terkenal menerapkan metode ini adalah Sokrates.
Teknik bertanya merupakan keterampilan berpikir dan berbicara. Oleh karena itu ia tidak dapat disiapkan secara mendadak. Kegiatan guru yang paling menonjol adalah bertanya dan memperhatikan jawaban para siswa serta memberikan dorongan agar aktif berpikir dan menjawab pertanyaan.
Langkah-langkah pengajaran dengan metode tanya jawab adalah :
Guru mengawali menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan materi yang dibahas.
Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaan itu.
Bila jawaban yang diberikan oleh siswa kurang tepat atau salah, guru memberikan pertanyaan baru yang sifatnya menggiring pikiran siswa agar ia sadar bahwa jawaban yang diberikannya kurang tepat. Bila tetap tidak bisa menjawab dengan benar maka pertanyaan tersebut dilemparkan kepada siswa yang lain.
Bila siswa masih kesulitan mencari jawaban, maka guru membantu mencari jawaban dengan menunjukkan alat peraga yang relevan.
Bantuan kepada proses berpikir dapat pula berupa contoh-contoh kongkrit yang terdapat di masyarakat atau lingkungan.
Bila dengan bantuan tersebut siswa belum juga menjawab dengan tepat, guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk bertanya jawab antar siswa.
Tanya jawab tersebut seringkali dilanjutkan dengan tanya jawab segi tiga, yaitu guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
Bila segala model tanya jawab tersebut menemui jalan buntu, dalam arti tidak ada satupun siswa yang menjawab pertanyaan dengan tepat, maka gurulah yang turun tangan menjawab pertanyaan itu yang biasanya dilengkapi dengan penjelasan yang cukup mendalam agar siswa benar-benar memahaminya.
Guru mengawali menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan materi yang dibahas.
Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaan itu.
Bila jawaban yang diberikan oleh siswa kurang tepat atau salah, guru memberikan pertanyaan baru yang sifatnya menggiring pikiran siswa agar ia sadar bahwa jawaban yang diberikannya kurang tepat. Bila tetap tidak bisa menjawab dengan benar maka pertanyaan tersebut dilemparkan kepada siswa yang lain.
Bila siswa masih kesulitan mencari jawaban, maka guru membantu mencari jawaban dengan menunjukkan alat peraga yang relevan.
Bantuan kepada proses berpikir dapat pula berupa contoh-contoh kongkrit yang terdapat di masyarakat atau lingkungan.
Bila dengan bantuan tersebut siswa belum juga menjawab dengan tepat, guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk bertanya jawab antar siswa.
Tanya jawab tersebut seringkali dilanjutkan dengan tanya jawab segi tiga, yaitu guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
Bila segala model tanya jawab tersebut menemui jalan buntu, dalam arti tidak ada satupun siswa yang menjawab pertanyaan dengan tepat, maka gurulah yang turun tangan menjawab pertanyaan itu yang biasanya dilengkapi dengan penjelasan yang cukup mendalam agar siswa benar-benar memahaminya.
3. Metode Ceramah
Metode ceramah juga disebut metode memberitahukan atau metode kuliah (lecture method) karena abanyak diepergunakan di Perguruan tinggi. Metode ini telah lama digunakan oleh orang-orang Yunani dan China untuk menyampaikan pengetahuan kepada murid-muridnya. Di sekolah-sekolah modern, metode ini sudah banyak ditinggalkan, karena tugas guru harus merangsang siswa untuk berpikir, membimbing mereka dalam perkembangannya, membantu mereka dalam cara belajar, dalam eksperimen dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Kelemahan metode ceramah :
Proses KBM berpusat pada guru (teacher centre)
Siswa menjadi pasif. Pengajaran modern, belajar itu aktif dengan semboyan “Learning by doing” yakni belajar sambil berbuat”
Metode ceramah kurang memberi kesempatan untuk berbuat, berpikir dan memecahkan masalah.
Anak dipaksa mengikuti jalan pikiran guru, mereka diharapkan hanya menerima keterangan dan penjelasan guru.
Metode ceramah juga disebut metode memberitahukan atau metode kuliah (lecture method) karena abanyak diepergunakan di Perguruan tinggi. Metode ini telah lama digunakan oleh orang-orang Yunani dan China untuk menyampaikan pengetahuan kepada murid-muridnya. Di sekolah-sekolah modern, metode ini sudah banyak ditinggalkan, karena tugas guru harus merangsang siswa untuk berpikir, membimbing mereka dalam perkembangannya, membantu mereka dalam cara belajar, dalam eksperimen dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Kelemahan metode ceramah :
Proses KBM berpusat pada guru (teacher centre)
Siswa menjadi pasif. Pengajaran modern, belajar itu aktif dengan semboyan “Learning by doing” yakni belajar sambil berbuat”
Metode ceramah kurang memberi kesempatan untuk berbuat, berpikir dan memecahkan masalah.
Anak dipaksa mengikuti jalan pikiran guru, mereka diharapkan hanya menerima keterangan dan penjelasan guru.
4. Metode Diskusi
Metode ini merupakan bagian yang penting dalam metode pemacahan masalah (problem solving). Diskusi hanya bisa dilakukan bila dihadapi suatu masalah yang memungkinkan bermacam-macam jawaban, tidak mempunyai hanya satu jawaban yang benar. Setiap jawaban anak yang beralasan dapat diterima. Diskusi bukanlah debat untuk menang dan mempertahankan/memaksankan pendapatnya, walapun bertentangan dengan fakta yang ada. Dalam diskusi guru mendapat pendapat dan pendirian peserta. Anak-anaklah yang harus berbicara, bukan guru. Perbedaan pendapat diskusi akan menari dan merangsang anak untuk berfikir.
Metode ini merupakan bagian yang penting dalam metode pemacahan masalah (problem solving). Diskusi hanya bisa dilakukan bila dihadapi suatu masalah yang memungkinkan bermacam-macam jawaban, tidak mempunyai hanya satu jawaban yang benar. Setiap jawaban anak yang beralasan dapat diterima. Diskusi bukanlah debat untuk menang dan mempertahankan/memaksankan pendapatnya, walapun bertentangan dengan fakta yang ada. Dalam diskusi guru mendapat pendapat dan pendirian peserta. Anak-anaklah yang harus berbicara, bukan guru. Perbedaan pendapat diskusi akan menari dan merangsang anak untuk berfikir.
Manfaat metode diskusi:
Anak belajar berpikir tentang suatu masalah.
Anak dilatih untuk mengemukakan pendapatnya, mempertahankannya, atau menerima pendapat orang lain yang lebih benar.
Siswa tidak pasif.
Hasil belajar dengan diskusi lebih mantap daripada hanya dengan hafalan.
Kelemahan metode diskusi:
Banyak menyita waktu. Ada anggapan bahwa menjelaskan suatu masalah lebih efisien.
Sering menyimpang dari pokok persoalan, terutama bila pimpinan diskusi kurang tegas.
Sering terjadi pembicaraan diborong oleh hanya beberapa anak yang suka berbicara.
Anak belajar berpikir tentang suatu masalah.
Anak dilatih untuk mengemukakan pendapatnya, mempertahankannya, atau menerima pendapat orang lain yang lebih benar.
Siswa tidak pasif.
Hasil belajar dengan diskusi lebih mantap daripada hanya dengan hafalan.
Kelemahan metode diskusi:
Banyak menyita waktu. Ada anggapan bahwa menjelaskan suatu masalah lebih efisien.
Sering menyimpang dari pokok persoalan, terutama bila pimpinan diskusi kurang tegas.
Sering terjadi pembicaraan diborong oleh hanya beberapa anak yang suka berbicara.
5. Metode Sosiodrama
Sosiodrama adalah semacam sandiwara atau dramatisasi tanpa skript (bahan tertulis), tanpa latihan terlebih dahulu, tanpa menyuruh anak menghafalkan sesuatu. Metode sosiodrama atau bermain peran ini sering digunakan bila kita ingin membearikan pengeratian yang yang lebih mendalam berbagai situasi yang menyangkut masalah sosial. Dalam sosiodrama tidak diperlukan keahlian sandiwara, tetapi lebih bersifat spontan dari pengalaman anak.
Langkah-langkah melaksanakan Sosiodrama
Menentukan pokok persoalan / tema sosial yang akan disosiodramakan
Memilih para pelaku, yaitu anak yang memahami persoalan dan mempunyai daya fantasi, bukan anak yang pandai melucu atau pemalu.
Mempersiapkan peranan. Berilah waktu sekitar tiga menit kepada anak untuk keluar kelas dan mempersiapkan diri sebagai orang yang diperankannya. Mereka dapat berunding sebentar.
Mempersiapkan para penonton. Siswa yang lain berperan sebagai penonton dan diminta untuk mengambil sikap seandainya memainkan peranan yang dilihat, apa yang harus dilakukan.
Pelaksanaan sosiodrama. Guru memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk melaksanakan peran yang dimainkan. Waktu untuk sosiodrama biasanya sekitar lima menit
Follow up. Selesai sosiodrama, diadakan diskusi yang untuk menanggapi segalam permasalahan yang telah diperankan.
Sosiodrama adalah semacam sandiwara atau dramatisasi tanpa skript (bahan tertulis), tanpa latihan terlebih dahulu, tanpa menyuruh anak menghafalkan sesuatu. Metode sosiodrama atau bermain peran ini sering digunakan bila kita ingin membearikan pengeratian yang yang lebih mendalam berbagai situasi yang menyangkut masalah sosial. Dalam sosiodrama tidak diperlukan keahlian sandiwara, tetapi lebih bersifat spontan dari pengalaman anak.
Langkah-langkah melaksanakan Sosiodrama
Menentukan pokok persoalan / tema sosial yang akan disosiodramakan
Memilih para pelaku, yaitu anak yang memahami persoalan dan mempunyai daya fantasi, bukan anak yang pandai melucu atau pemalu.
Mempersiapkan peranan. Berilah waktu sekitar tiga menit kepada anak untuk keluar kelas dan mempersiapkan diri sebagai orang yang diperankannya. Mereka dapat berunding sebentar.
Mempersiapkan para penonton. Siswa yang lain berperan sebagai penonton dan diminta untuk mengambil sikap seandainya memainkan peranan yang dilihat, apa yang harus dilakukan.
Pelaksanaan sosiodrama. Guru memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk melaksanakan peran yang dimainkan. Waktu untuk sosiodrama biasanya sekitar lima menit
Follow up. Selesai sosiodrama, diadakan diskusi yang untuk menanggapi segalam permasalahan yang telah diperankan.
6. Metode Karyawisata
Metode karyawisata adalah belajar di luar kelas dengan pengamatan langsung, mengadakan penelitian dan penyelidikan. Di luar kelas terdapat sumber belajar yang dapat dijadikan obyek karyawisata, seperti sungai, panti asuhan, rumah sakit, pasar, gunung, stasiun, musium dll. Dengan karyawisata anak-anak dapat diajak untuk mempelajari bagaimana orang hidup, bekerja dan menderita di dalam masyarakat.
Metode karyawisata adalah belajar di luar kelas dengan pengamatan langsung, mengadakan penelitian dan penyelidikan. Di luar kelas terdapat sumber belajar yang dapat dijadikan obyek karyawisata, seperti sungai, panti asuhan, rumah sakit, pasar, gunung, stasiun, musium dll. Dengan karyawisata anak-anak dapat diajak untuk mempelajari bagaimana orang hidup, bekerja dan menderita di dalam masyarakat.
7. Metode Drill
Tujuan metode ini adalah untuk memperoleh suatu ketangkasan, keterampilan tentang sesuatu yang dipelajari anak dengan melakukannya secara praktis pengetahuan-pengetahuan yang pelajari dan siap digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Metode ini sangat cocok untuk melatih kecakapan motorik, seperti gerakan shalat, menulis, melafalkan kata-kata, pendidikan jasmani dll. Selain itu juga bisa digunakan untuk melatih kecakapan mental, seperti melatih perkalian, penjumlahan, mengenal tanda-tanda baca dll.
Tujuan metode ini adalah untuk memperoleh suatu ketangkasan, keterampilan tentang sesuatu yang dipelajari anak dengan melakukannya secara praktis pengetahuan-pengetahuan yang pelajari dan siap digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Metode ini sangat cocok untuk melatih kecakapan motorik, seperti gerakan shalat, menulis, melafalkan kata-kata, pendidikan jasmani dll. Selain itu juga bisa digunakan untuk melatih kecakapan mental, seperti melatih perkalian, penjumlahan, mengenal tanda-tanda baca dll.
8. Metode Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara mengajar/teknik mengajar dengan mengkombinasikan lisan dengan suatu perbuatan serta dipergunakan alat.
Demonstrasi adalah suatu cara mengajar/teknik mengajar dengan mengkombinasikan lisan dengan suatu perbuatan serta dipergunakan alat.
Nilai Metode Demonstrasi
Memberi gambaran dan pengertian yang lebih jelas dari pada hanya dengan lisan .
untuk menunjukkan langkah-langkah suatu proses ataun suatu keterampilan.
Untuk memudahkan dan lebih efisien.
Memberi kesempatan kepada anak-anak untuk belajar mengamati sesuatu dengan cermat
Setelah demonstrasi akan memberikan kesempatan kepada anak untuk diskusi yang akan lebih memperbaiki dan mempertajam pengertian.
Memberi gambaran dan pengertian yang lebih jelas dari pada hanya dengan lisan .
untuk menunjukkan langkah-langkah suatu proses ataun suatu keterampilan.
Untuk memudahkan dan lebih efisien.
Memberi kesempatan kepada anak-anak untuk belajar mengamati sesuatu dengan cermat
Setelah demonstrasi akan memberikan kesempatan kepada anak untuk diskusi yang akan lebih memperbaiki dan mempertajam pengertian.
Mempersiapkan demonstrasi :
Sediakan alat-alat yang diperlukan
Tulislah sebelumnya garis besar demonstrasi itu di papan tulis agar anak lebih mudah mengikuti demonstrasi
Usahakan agar setiap anak dapat melihat demonstrasi dan mendengar penjelasan
Sediakan alat-alat yang diperlukan
Tulislah sebelumnya garis besar demonstrasi itu di papan tulis agar anak lebih mudah mengikuti demonstrasi
Usahakan agar setiap anak dapat melihat demonstrasi dan mendengar penjelasan
Melaksanakan demonstrasi :
Ciptakan suasana yang baik.jelaskan tujuan demonstrasi dan bangkitkan minat anak
Usahakan agar demonstrasi itu sederhana dan hanya mengenai pokok-pokok nya saja yang mudah di pahami anak
Jangan melakukan demonstrasi dengan terburu-buru.selingi dengan pertanyaan-pertannyaan
Beberapa menit terakhir buatlah kesimpulan atau ihtisar jalannya demonstrasi
Sesudah semua siswa jelas, maka berikan kesempatan kepada beberapa siswa untuk mencoba melaksanakan demonstrasi sendiri
Ciptakan suasana yang baik.jelaskan tujuan demonstrasi dan bangkitkan minat anak
Usahakan agar demonstrasi itu sederhana dan hanya mengenai pokok-pokok nya saja yang mudah di pahami anak
Jangan melakukan demonstrasi dengan terburu-buru.selingi dengan pertanyaan-pertannyaan
Beberapa menit terakhir buatlah kesimpulan atau ihtisar jalannya demonstrasi
Sesudah semua siswa jelas, maka berikan kesempatan kepada beberapa siswa untuk mencoba melaksanakan demonstrasi sendiri
9. Metode Penggunan Nara Sumber
Nara sumber adalah orang-orang bukan guru tetapi dimanfaatkan sebagai pengajaran karena keterampilan atau keahlian nya. Bantuan nara sumber di butuhkan apabila tenaga guru sangat terbatas atau tidak ada sama sekali. Dengan demikian fungsi nara sumber merupakan sumber ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu yang tidak ada dilembaga pendidikan tersebut.
Nara sumber adalah orang-orang bukan guru tetapi dimanfaatkan sebagai pengajaran karena keterampilan atau keahlian nya. Bantuan nara sumber di butuhkan apabila tenaga guru sangat terbatas atau tidak ada sama sekali. Dengan demikian fungsi nara sumber merupakan sumber ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu yang tidak ada dilembaga pendidikan tersebut.
No comments:
Post a Comment