About Me

My photo
Hidup ku adalah melakukan segalanya untuk kebermanfaatan Hidup ku adalah selalu bersyukur atas segala nikmat Allah. Hidupku adalah menjalankan segalanya dengan penuh rasa tanggung jawab dan kelapangan hati dan fikiran Hidupku adalah nikmat yang harus selalu meminta keberkahan sang Pencipta. " Menjadi apa yang kita mau akan terasa mudah jika kita meyakini dan mensyukuri"

Friday, May 15, 2009

Pembiayaan Pendidikan dari BOS

PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DARI BOS dan PENDAMPING BOS (BPP/BPPP)


Sabtu, 04 April 2009
Dana pendamping BOS di Kota Semarang
- Bantuan Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) : untuk SD dan SMP swasta
- Biaya Pendamping Penyelenggaraan Pendidikan (BPPP) : untuk SD dan SMP negeri
Secara umum
Program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.

Sekolah Negeri (SD dan SMP) Sekolah Swasta (SD dan SMP)
Menggratiskan seluruh siswa miskin Menggratiskan seluruh siswa miskin
Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasi sekolah Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta

Sekolah negeri kategori RSBI dan SBI diperbolehkan memungut dana dari orang tua siswa yang mampu dengan persetujuan Komite Sekolah. Pemda wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan tersebut
Pemda wajib memenuhi kekurangan biaya operasional dari APBD bila BOS dari Depdiknas belum mencukupi. Tidak ada pungutan berlebihan kepada siswa mampu
Semua sekolah negeri wajib menerima dana BOS. Bila sekolah tersebut menolak BOS maka sekolah dilarang memungut biaya dari peserta didik, orang tua atau wali peserta didik Sekolah Penerima BOS Semua sekolah swasta yang telah memiliki ijin operasional
Biaya investasi menjadi tanggungjawab Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah Biaya investasi bisa mendapatkan bantuan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
Biaya personal (sepatu, tas, seragam, dll) menjadi tanggungan peserta didik. Biaya personal (sepatu, tas, seragam, dll) menjadi tanggungan peserta didik.
menyanksi pihak yang melanggarnya.
menyanksi pihak yang melanggarnya.

Kebutuhan Biaya Pendidikan (PP 19/2005)
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Pendidikan Gratis Dikdas (SD dan SMP)
Tidak memungkinkan karena pendidikan membutuhkan penyediaan sumberdaya keuangan yang diperlukan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, jadi dipastikan membutuhkan biaya.
Sekolah Gratis Dikdas pada SD dan SMP Negeri
bermakna bahwa peserta didik dan orang tua atau wali peserta didik tidak membayar biaya pendidikan yang dibutuhkan sekolah karena disediakan oleh pemerintah, yang dimaksud sekolah gratis adalah peserta didik bisa sekolah tanpa kewajiban membayar apa pun baik untuk biaya investasi maupun biaya operasi sekolah.
Dana BOS dan Pendamping BOS (BPP/BPPP)
BOS BPP/BPPP Jumlah
Per Thn/siswa Per bln/siswa Per Bln/siswa Per Bln/siswa Per Thn/siswa Per Bln/siswa
SD Rp400.000 Rp33.333 Rp156.000 Rp13.000 Rp556.000 Rp46.333
SMP Rp575.000 Rp47.917 Rp402.000
Rp33.500
Rp977.000 Rp81.417

Penggunaan BOS
1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru: biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru)
2. Pembelian buku referensi untuk dikoleksi di perpustakaan
3. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan diluar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba)
4. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopi, honor koreksi ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa)
5. Pembelian bahan-bahan habis pakai: buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah.
6. Pembiayaan langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli Genzet.
7. Pembiayaan perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah dan perawatan fasilitas sekolah lainnya.
8. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS.
9. Pengembangan profesi guru: pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS.
10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, prahu penyeberangan, dll)
11. Pembiayaan pengelolaan BOS: alat tulis kantor (ATK), penggandaan, surat menyurat, insentif bagi satu orang penyusun laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos.
12. Pembelian personal komputer untuk kegiatan belajar siswa: maksimum 1 set untuk SD dan 2 set untuk SMP dalam satu tahun anggaran.
13. Bila seluruh komponen 1 s.d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik dan mebeler sekolah.
Penggunaan BPP/BPPP
a. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan peserta didik baru : biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaraan ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut.
b. Pembelian buku : buku pelajaran (BSE), buku tulis untuk ulangan mapel, buku induk peserta didik, buku inventaris dan LKS.
c. Pembelian bahan-bahan habis pakai : ATK dan bahan praktikum.
d. Pembelian kebutuhan rapat-rapat sekolah : snack, gula, kopi, teh dan bahan bakar minyak tanah /gas.
e. Pembiayaan kegiatan ekstrakurikuler : program pengayaan, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja dan sejenisnya.
f. Pembiayaan Kegiatan : OSIS, Lomba mapel dan OSN, serta PHB Keagamaan dan Nasional.
g. Pembiayaan Evaluasi atau Penilaian : Ulangan harian, Remedial, Ulangan mid semester, Ulangan Semester, Ulangan Kenaikian Kelas, Ujian penjajagan, Ujian praktek. Ujian sekolah, Try Out/ Latihan Ujian, UASBN/UN, Tes kemampuan Dasar (TKD) dan Pengembangan potofolio Siswa.
h. Pengembangan profesi guru: IHT dan KKG/MGMP serta sejenisnya.
i. Pembiayaan perawatan : pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan sejenis lainnya yang sifatnya ringan.
j. Pembiayaan langganan dan jasa : langganan koran, listrik, air, telpon dan internet.
k. Pembiyaan pengelolaan BPP/BPPP : ATK, surat menyurat, meterai dan penyusunan laporan.
l. Bila seluruh komponen diatas telah terpenuhi pendanaannya dari BPP/BPPP dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BPP tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga pembelajaran, alat laboratorium dan media pembelajaran.
Buku dari BOS/BPP/BPPP
• Tahun 2008 telah dianggarakan 1 buah buku / siswa dari BOS buku.
• Tahun 2009 sebagian dana BOS harus untuk membeli buku yang hak ciptanya telah dibeli oleh pemerintah sebanyak jumlah siswa.
- SD : buku IPS (kelas 4, 5 dan 6) dan PKN (kelas 1 s/d 6)
- SMP: buku PKN (kelas 1 s/d 3) dan IPA (kelas 1 s/d 3)
• Harga buku harus mengikuti harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Depdiknas.
• Tahun 2009 melalui BOS/BPP/BPPP BUKU BSE harus terpenuhi seluruhnya tahun ini, karena unit cost BOS ditambah BPP/BPPP didalamnya untuk pembelian buku .
Sanksi
 Penerapan sanksi kepegawaian sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku (pemberhentian, penurunan pangkat, mutasi kerja).
 Penerapan tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi, yaitu pengembalian dana BOS yang terbukti disalahgunakan kepada satuan pendidikan atau ke kas negara.
 Penerapan proses hukum, yaitu mulai proses penyelidikan, penyidikan dan proses peradilan bagi pihak yang diduga atau terbukti melakukan penyimpangan dana BOS.
 Pemblokiran dana dan penghentian sementara seluruh bantuan pendidikan yang bersumber dari APBN pada tahun berikutnya kepada Kab/Kota dan Propinsi, bilamana terbukti pelanggaran tersebut dilakukan secara sengaja dan tersistem untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok, atau golongan.
Terakhir diperbaharui ( Kamis, 09 April 2009 )

<>

[ Kembali ke halaman sebelumnya ]

Quick Link


www.disdik-kotasmg.org




Averroes Community
Membangun Wacana Kritis Rakyat
• Home
• Averroes
• Kontak
• Sangkalan
• Tentang
• RSS
Pembiayaan Sekolah Berbasis Kualitas (Pengalaman Sukma Bangsa)
ISU pembiayaan sekolah menjadi penting jika dikaitkan dengan digulirkannya kebijakan anggaran pendidikan 20% mulai tahun anggaran 2009/2010, baik yang harus disediakan dalam kerangka APBN maupun APBD. Kajian tentang pembiayaan sekolah (school funding) menjadi relevan mengingat sistem pendidikan kita belum menganut asas pembiayaan sekolah secara integral yang berorientasi pada pengembangan aspek kualitas sebagai target pembiayaan sekolah. Isu pembiayaan sekolah bermutu (school quality funding) masih dihitung secara minimal, yaitu menyangkut besaran subsidi dari pemerintah untuk tiap siswa pada setiap tingkat satuan pendidikan. Perdebatan yang ramai dibicarakan oleh para praktisi, birokrat, dan politisi di sekitar pembiayaan pendidikan pun baru menyentuh aspek kebutuhan siswa sebagai unit analisnya, belum menghitung kebutuhan institusi sekolah sebagai sebuah pendekatan penjaminan mutu (quality assurance). Agar anggaran pendidikan 20% yang diamanatkan undang-undang dapat diserap secara efisien dan transparan, perlu dipikirkan skema-skema pembiayaan pendidikan dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisis, bukan lagi kebutuhan siswa.
Dalam analisis satuan biaya pendidikan dasar dan menengah, Abbas Ghozali (2004) memperkenalkan ragam nomenklatur biaya satuan pendidikan yang dimaksudkan untuk mengetahui rekam jejak kebutuhan pembiayaan siswa per-anak per-tahun, dalam rangka menghitung besaran uang yang harus ditanggung orang tua dan subsidi yang harus disediakan pemerintah. Hasil penelitian tersebut cukup membantu dalam menjelaskan kemampuan orang tua dan pemerintah sebagai kerangka konseptual untuk mengetahui informasi dasar tentang biaya satuan pendidikan (BSP), tetapi sayang tak mampu menjelaskan tentang pembiayaan pendidikan yang berorientasi pada mutu dengan menggunakan sekolah sebagai unit analisisnya. Dalam konteks ini pengalaman Sekolah Sukma Bangsa mungkin dapat menjadi salah satu alternatif untuk mendeteksi pembiayaan sekolah berbasis kualitas, terutama dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar.
Beberapa studi tentang dampak kualitas sekolah terhadap capaian akademis siswa mengindikasikan pentingnya menciptakan sebuah budaya sekolah yang sehat secara manajemen. Dalam skema pembiayaan pendidikan, keberhasilan siswa dalam paradigma lama selalu bergantung pada kemampuan finansial orang tua dan karakter psikologis siswa serta menafikan kemampuan manajerial dan budaya sekolah (JS Coleman, Equality of Education Opportunity, 1966). Dalam banyak hal, kementerian pendidikan nasional sejauh ini belum mampu membangun sebuah budaya sekolah yang komprehensif dan visioner pada tingkat sekolah. Karena itu kebutuhan untuk membangun suasana belajar yang positif dan kondusif tidak jarang belum termasuk dalam komponen dan indikator pembiayaan pendidikan. Padahal jika kita merujuk pada hasil studi lainnya yang dilakukan oleh Rob Greenwald, et al, dalam The Effect of School Resources on Student Achievement, Review of Educational Research (1996), jelas terlihat strategi pembiayaan pendidikan di sekolah sangat berpengaruh terhadap capaian siswa.
Beberapa peneliti mencoba untuk memecahkan kebuntuan pembiayaan yang berkaitan dengan pembangunan budaya sekolah sebagai bagian dari kebutuhan pokok sekolah dan berkaitan langsung dengan keberhasilan siswa, terutama dengan melihat tren pembiayaan pendidikan secara statistikal. Dengan menggunakan regresi statistikal, terlihat bahwa hubungan capaian akademis siswa dengan budaya sekolah tidak memiliki ikatan yang kuat karena pada prinsipnya siswa memiliki latar belakang budaya dan etnik yang berbeda. Jika hanya mengacu pada indikator kebutuhan siswa per-orang per-tahun, rumusan yang muncul biasanya sangat bersifat numerik dan dalam bahasa Eric Hanushek disebut sebagai production-function studies, dalam beberapa hal terlihat hubungan yang tidak selamanya positif antara semakin besar dana yang digunakan dalam proses pendidikan dengan capaian akademis siswa. Kesimpulannya cukup mengagetkan, “There is no strong or systematic relationship between school expenditures and student performance. (Eric Hanushek, The Impact of Differential Expenditures on School Performance, Educational Researcher: 1989)
Pengalaman Sukma Bangsa

Ketika memulai sekolah di tahun ajaran 2006, optimisme para pengelola Sekolah Sukma Bangsa (SSB) sebenarnya belumlah tinggi. Input sekolah ini adalah anak-anak korban tsunami, korban konflik, yatim piatu, dan fakir miskin, bahkan dengan kemampuan akademis di bawah rata-rata anak sekolah di luar Aceh. Tetapi dengan visi ingin menciptakan lingkungan belajar yang positif dan kondusif, seluruh manajemen sekolah mencoba menerapkan beberapa strategi dasar pembiayaan sekolah yang mengacu pada penciptaan budaya sekolah yang aman dan nyaman. Beberapa strategi yang dikembangkan SSB mengacu pada visi dan misi sekolah sebagai sarana untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang positif bagi para siswa. Karena itu, sejak awal SSB memperkenalkan budaya moving-class, perluasan makna guru, dan penciptaan jejaring sehingga memungkinkan sekolah untuk memperoleh kritik sekaligus masukan dari para stakeholders.
Strategi pembiayaan moving class ternyata berimplikasi positif terhadap budaya belajar siswa. Guru diwajibkan berkreasi menciptakan sebanyak mungkin class project activities yang tidak hanya berbasis kebutuhan proses belajar-mengajar di kelas tetapi juga di ruang terbuka seperti koridor dan halaman sekolah, perpustakaan, dan lingkungan sekitar. Ketika makna kelas diperluas menjadi keseluruhan sarana-prasarana yang tersedia baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, kreativitas dan usulan proses pembelajaran tidak jarang muncul dari siswa itu sendiri. Karena itu, baik guru maupun siswa memiliki hak yang sama untuk mengusulkan sebuah proses pembelajaran, pada tahap akhirnya menjadi kewajiban guru untuk membuat proposal pembiayaan aktivitas kelas tersebut.
Perluasan makna guru juga berimplikasi pada kemampuan manajemen sekolah dalam mengidentifikasi sumber daya yang tersedia, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan komunitas sekolah (stakeholders). Di SSB, konsep guru diperluas bukan saja guru di sekolah, bahkan seorang tukang becak, paramedis puskesmas, polisi, satpam, cleaning service, hingga bupati adalah sumber daya guru yang harus diberi kesempatan untuk mengajar di kelas. Kepandaian guru dan murid dalam menentukan guest teacher untuk mata ajar tertentu setiap dua minggu sekali adalah sebuah proses yang mengasyikkan. Lagi-lagi kecermatan, kecerdasan, dan kreativitas guru dengan siswa dalam mengundang guru tamu harus dituangkan dalam sebuah proposal yang jelas berikut pembiayaannya. Pengalaman memaknai perluasan arti guru dengan sendirinya memacu guru itu sendiri untuk pandai membuat proposal dan membaca banyak buku sebagai rujukan proses pembelajaran. Dengan demikian, prinsip self-training seperti yang pernah dijabarkan oleh Thomas Gordon dalam Teacher Effectiveness Training menjadi lebih mudah untuk diterapkan.
Adapun strategi ketiga, yaitu menciptakan jejaring dengan seluruh komunitas sekolah adalah dalam rangka menciptakan kemitraan antara satu sekolah dan yang lainnya. Dengan menggunakan pendekatan sebagai pusat sumber belajar bersama (common learning resources center), SSB menawarkan diri kepada sekolah-sekolah sekitar untuk bekerja sama dalam melakukan proses belajar-mengajar. Tujuan dari strategi ini adalah dalam rangka memberikan ruang yang luas kepada sekolah untuk mempelajari apa saja yang mereka inginkan dari lingkungan sekitar, akhirnya dapat menopang posisi sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pendidikan. Sejauh ini beberapa bentuk kegiatan kerja sama luar sekolah yang telah dilakukan SSB meliputi kegiatan tutoring, mentoring, magang (internship), kunjungan lapangan, kemah siswa, serta pengadaan bahan ajar dan suplai pendidikan lainnya yang difasilitasi melalui koperasi sekolah. Perjalanan masih panjang bagi SSB. Tetapi pengalaman membuat perencanaan pembiayaan pembelajaran yang melibatkan seluruh komponen sekolah paling tidak telah membuka mata SSB untuk berkembang menjadi A school thats learn.

Ditulis oleh Ahmad Baedowi, Direktur Pendidikan Yayasan Sukma
Sumber: Media Indonesia, Senin, 08 September 2008 13:53 WIB
http://www.mediaindonesia.com/read/2008/09/09/28855/68/11/Pembiayaan-Sekolah-Berbasis-Kualitas-Pengalaman-Sukma-Bangsa

No comments:

Post a Comment

Swety_Honey_Bee.. Winnie..

Swety_Honey_Bee.. Winnie..

WINNIE



Get your myspace layouts where I get them, at pYzam.com.
MySpaceLayouts

Pembicara di PLMJ Kampus..

Pembicara di PLMJ Kampus..